Dusun
Sukamenanti, Desa Muaro Pijoan, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten
MuaroJambi, Jambi, letaknya tak terlalu jauh dari ibukota propinsi Jambi.
Dengan perjalanan darat memakan waktu sekitar setengah jam. Dusun tersebut
berada tiga kilometer dari jalan raya dan berada di sepanjang tepian Sungai
Batanghari. Dusun ini sering menjadi langganan banjir. Dusun ini dihuni oleh 75
kepala keluarga (KK), rata-rata tinggal di rumah panggung. Dari jumlah tersebut
hanya satu KK yang memiliki jamban yakni Ketua RW, M Yumi Nangsiah. Warga
lainnya buang air besar di sungai yang menuju ke Sungai Batanghari. ''Kebiasaan
itu sudah turun temurun,'' kata Yumi. Kondisi itu pula yang menjadikan dusun
ini terpilih bersama tiga dusun lainnya di Jambi untuk dijadikan lokasi uji
coba program Community-Led Total
Sanitation (CLTS).
Pada
6 Juli 2005, masyarakat setempat dipicu untuk tidak membuang air sembarangan.
Hasilnya berupa penolakan. Lina, fasilitator pendamping mengungkapkan warga
dusun tetap menolak untuk meninggalkan buang air besar di sungai. Alasannya,
mereka tidak memiliki air bersih. Saat itu, warga berjanji akan membangun
jamban/WC kalau ada air bersih ke dusun tersebut. penolakan itu justru datang
dari tokoh masyarakat setempat. Namun
warga yang telah mendapatkan pelatihan tidak putus asa. Ketua RW memulai
mengambil inisiatif bersama warga yang
telah terpicu. Caranya mereka yang ikut pelatihan, berjumlah enam orang, langsung membangun jamban/WC baru untuk
memberi contoh warga lainnya. Bersama dengan itu Ketua RW menggandeng tiga
ketua RT di dusun tersebut untuk bergerak, termasuk meyakinkan Kepala Dusun
Marzuki yang semula menentang. Langkah itu juga didukung oleh para pemuda dan
tokoh-tokoh agama. Seminggu kemudian tak ada lagi penghalang, dan warga mulai
sadar. Selama ini, menurut Yumi,
beberapahal yang menjadi keberatan warganya selain air bersih adalah faktor
kebiasaan dan daya beli bahan untuk membangun jamban. ''Banyak warga yang tidak
mau asal bangun jamban,'' jelasnya. Untuk mengatasi masalah ini ia bersama
warga menggalakkan gotong royong, kerja bakti, baik dalam membangun konstruksi
jamban maupun mencetak kloset sederhana.Perubahan perilaku warga ini juga terus
didorong oleh Kepala Desa Lukman AS dan istri Camat Jambi Luar Kota Ny. Habibah
yang tak henti-henti mengunjungi warganya. Pemicuan juga dilakukan dengan lomba
kebersihan dan jamban antar-RT. Dalam
dua bulan seluruh warga Dusun Sukamenanti telah bebas buang air besar di
sungai. Dengan inovasi masing-masing,
warga memilih jamban sesuai kemampuannya. Semuanya leher angsa. Entah siapa
yang mengarahkan, banyak di antara jamban yang dibangun adalah jamban melayang.
Artinya closet terletak satu meter di atas permukaan tanah. Ini untuk
menghindari banjir yang sering singgah di dusun tersebut. Berdasarkan pengakuan
warga, mereka tak banyak mengeluarkan uang untuk jamban ini. Rata-rata setiap
jamban sederhana hanya menghabiskan biaya Rp. 14 ribu. Harga yang murah ini
karena di dusun itu tersedia sumber pasir. Selain itu, camat setempat
memberikan bantuan semen untuk membuat kloset massal. Marzuki, Kepala Dusun
Sukamenanti, mengaku sangat bergembira setelah dusunnya bebas BAB sembarangan.
Kini, menurutnya, warganya telah membuat kesepakatan bahwa siapa saja yang
membangun jamban di sungai akan dibakar.
Memang, di atas sungai yang menuju ke Sungai Batanghari tersebut tak ada
lagi jamban. Ini karena pada 26 September ada gerakan penghanyutan jamban sungai.
Acara ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Jambi dan
disaksikan oleh Bupati Muara Jambi. Kini warga memiliki cita-cita untuk
mengajak warga dusun di sekitarnya. ''Kita ingin dusun lain bebas BAB
sembarangan juga, karena kalau tidak tahinya tetap ke dusun kita,'' kata Yumi.
Hanya saja ia tak berani memicu warga desa lain sendirian tanpa didampingi
aparat pemerintah. ''Soalnya, mereka meremehkan kita,'' katanya.
Program
CLTS pertama kali dilaksanakan di Bangladesh tahun 2000. Kini program tersebut
telah menyebar di delapan negara termasuk Indonesia. Di setiap Negara ada
pembelajaran yang bisa ditarik untuk memperbaiki proses. Kamal menguraikan di
Bangladesh ada kendala yakni berupa masuknya subsidi atau bantuan dari
pemerintah, yang justru menghambat keberhasilan program.
Yang
harus dilakukan dalam CLTS
- Memicu dengan baik (melalui proses perkenalan,
diskusi/analisas partisipatif, transect
walk, pemicuan dan motivasi
- Pemahaman bahwa CLTS bukan proyek,
tetapi sebuah pendekatan
- Belajar bersama (bukan penyuluhan) Pemicuan
yang terus menerus untuk menimbulkan rasa malu, jijik, gengsi, dengan
menggunakan bahasa yang dikenal di masyaraka
- Pendampingan/monitoring yang intensif
- Meningkatkan ketrampilan fasilitator
- Membentuk fasilitator baru (yang siap
mental, pantang menyerah, dan berkomitmen tinggi) dan tim fasilitator
masyarakat
- Implementasi CLTS di wilayah yang tidak
ada proyek
- Dukungan untuk menciptakan keswadayaan
masyarakat (melalui kegiatan gotong royong, tokoh adat, tokohagama)
- Memberi kebebasan untuk berinisiatif
- Memberikan apresiasi/pujian kepada masyarakat
yang mau melakukan perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar