Selasa, 07 Mei 2013

share tugas CLTS ( Community-Led Total Sanitation )


Dusun Sukamenanti, Desa Muaro Pijoan, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten MuaroJambi, Jambi, letaknya tak terlalu jauh dari ibukota propinsi Jambi. Dengan perjalanan darat memakan waktu sekitar setengah jam. Dusun tersebut berada tiga kilometer dari jalan raya dan berada di sepanjang tepian Sungai Batanghari. Dusun ini sering menjadi langganan banjir. Dusun ini dihuni oleh 75 kepala keluarga (KK), rata-rata tinggal di rumah panggung. Dari jumlah tersebut hanya satu KK yang memiliki jamban yakni Ketua RW, M Yumi Nangsiah. Warga lainnya buang air besar di sungai yang menuju ke Sungai Batanghari. ''Kebiasaan itu sudah turun temurun,'' kata Yumi. Kondisi itu pula yang menjadikan dusun ini terpilih bersama tiga dusun lainnya di Jambi untuk dijadikan lokasi uji coba program Community-Led Total Sanitation (CLTS)

Pada 6 Juli 2005, masyarakat setempat dipicu untuk tidak membuang air sembarangan. Hasilnya berupa penolakan. Lina, fasilitator pendamping mengungkapkan warga dusun tetap menolak untuk meninggalkan buang air besar di sungai. Alasannya, mereka tidak memiliki air bersih. Saat itu, warga berjanji akan membangun jamban/WC kalau ada air bersih ke dusun tersebut. penolakan itu justru datang dari tokoh masyarakat setempat.  Namun warga yang telah mendapatkan pelatihan tidak putus asa. Ketua RW memulai mengambil inisiatif  bersama warga yang telah terpicu. Caranya mereka yang ikut pelatihan, berjumlah enam orang,  langsung membangun jamban/WC baru untuk memberi contoh warga lainnya. Bersama dengan itu Ketua RW menggandeng tiga ketua RT di dusun tersebut untuk bergerak, termasuk meyakinkan Kepala Dusun Marzuki yang semula menentang. Langkah itu juga didukung oleh para pemuda dan tokoh-tokoh agama. Seminggu kemudian tak ada lagi penghalang, dan warga mulai sadar.  Selama ini, menurut Yumi, beberapahal yang menjadi keberatan warganya selain air bersih adalah faktor kebiasaan dan daya beli bahan untuk membangun jamban. ''Banyak warga yang tidak mau asal bangun jamban,'' jelasnya. Untuk mengatasi masalah ini ia bersama warga menggalakkan gotong royong, kerja bakti, baik dalam membangun konstruksi jamban maupun mencetak kloset sederhana.Perubahan perilaku warga ini juga terus didorong oleh Kepala Desa Lukman AS dan istri Camat Jambi Luar Kota Ny. Habibah yang tak henti-henti mengunjungi warganya. Pemicuan juga dilakukan dengan lomba kebersihan dan jamban antar-RT.  Dalam dua bulan seluruh warga Dusun Sukamenanti telah bebas buang air besar di sungai.  Dengan inovasi masing-masing, warga memilih jamban sesuai kemampuannya. Semuanya leher angsa. Entah siapa yang mengarahkan, banyak di antara jamban yang dibangun adalah jamban melayang. Artinya closet terletak satu meter di atas permukaan tanah. Ini untuk menghindari banjir yang sering singgah di dusun tersebut. Berdasarkan pengakuan warga, mereka tak banyak mengeluarkan uang untuk jamban ini. Rata-rata setiap jamban sederhana hanya menghabiskan biaya Rp. 14 ribu. Harga yang murah ini karena di dusun itu tersedia sumber pasir. Selain itu, camat setempat memberikan bantuan semen untuk membuat kloset massal. Marzuki, Kepala Dusun Sukamenanti, mengaku sangat bergembira setelah dusunnya bebas BAB sembarangan. Kini, menurutnya, warganya telah membuat kesepakatan bahwa siapa saja yang membangun jamban di sungai akan dibakar.  Memang, di atas sungai yang menuju ke Sungai Batanghari tersebut tak ada lagi jamban. Ini karena pada 26 September ada gerakan penghanyutan jamban sungai. Acara ini dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Jambi dan disaksikan oleh Bupati Muara Jambi. Kini warga memiliki cita-cita untuk mengajak warga dusun di sekitarnya. ''Kita ingin dusun lain bebas BAB sembarangan juga, karena kalau tidak tahinya tetap ke dusun kita,'' kata Yumi. Hanya saja ia tak berani memicu warga desa lain sendirian tanpa didampingi aparat pemerintah. ''Soalnya, mereka meremehkan kita,'' katanya.

Program CLTS pertama kali dilaksanakan di Bangladesh tahun 2000. Kini program tersebut telah menyebar di delapan negara termasuk Indonesia. Di setiap Negara ada pembelajaran yang bisa ditarik untuk memperbaiki proses. Kamal menguraikan di Bangladesh ada kendala yakni berupa masuknya subsidi atau bantuan dari pemerintah, yang justru menghambat keberhasilan program.
Yang harus dilakukan dalam CLTS
  1. Memicu dengan baik (melalui proses perkenalan, diskusi/analisas partisipatif,  transect walk, pemicuan dan motivasi
  2.  Pemahaman bahwa CLTS bukan proyek, tetapi sebuah pendekatan
  3.  Belajar bersama (bukan penyuluhan) Pemicuan yang terus menerus untuk menimbulkan rasa malu, jijik, gengsi, dengan menggunakan bahasa yang dikenal di masyaraka
  4. Pendampingan/monitoring yang intensif
  5. Meningkatkan ketrampilan fasilitator
  6.  Membentuk fasilitator baru (yang siap mental, pantang menyerah, dan berkomitmen tinggi) dan tim fasilitator masyarakat
  7. Implementasi CLTS di wilayah yang tidak ada proyek
  8. Dukungan untuk menciptakan keswadayaan masyarakat (melalui kegiatan gotong royong, tokoh adat, tokohagama)
  9. Memberi kebebasan untuk berinisiatif
  10.  Memberikan apresiasi/pujian kepada masyarakat yang mau melakukan perubahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar